
"Siapa yang ditimpa musibah, kemudian berusaha untuk menyingkirkannya, hendaklah ia membayangkan kembali apa arti semua itu. Bayangkanlah pahalanya dan kemungkinan diturunkannya bencana yang lebih besar. Orang seperti itu akan merasakan keuntungan dari cara pandang yang demikian. Hendaknya ia membayangkan bahwa cobaan itu akan segera hilang. Sebab, jika bukan karena besarnya cobaan, tak akan ada rasa senang dan tenang. Hendaklah ia sadar bahwa cobaan yang ia alami saat ini adalah laksana tamu yang hanya melepas kebutuhannya yang datang setiap saat. Alangkah cepatnya tamu itu berlalu. Betapa indahnya pujian-pujian yang dilantunkan di tengah-tengah pesta-pesta. Betapa terpujinya sang tuan rumah atas kedermawanannya.
Demikian pula, seorang mukmin yang ditimpa kesulitan hendaknya memperhatikan waktu, mengawasi kondisi jiwa, menjaga anggota badan, agar jangan sampai terucap dari lisan kita suatu kalimat yang tak pantas atau timbul dari dalam hati ini rasa dengki. Jika demikian halnya, maka tampaklah baginya fajar yang menyingsing menghadirkan pahala dan berlalulah malam yang mengusung bala. Tatkala matahari pahala menyingsing, ia telah sampai pada tujuan dengan selamat, melewati segala bencana dengan penuh kesabaran."